Mungkin sampai saat ini sebagian besar masyarakat belum mengetahui secara pasti dengan asal-usul sejarah yang ada dilingkungannya salah satunya petilasan sunan kalijaga Cirebon. Diwisata tersebut ternyata memiliki banyak keistimewaan dan sejarah yang hingga saat ini masih dipercayai masyarakat. Situs taman kera ini berlokasi di Kelurahan Harjamukti Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon Jawa Barat
Kawasan ini dilalui dua aliran sungai yang masing masing memiliki nama yang berbeda beda , yang pertama adalah kali simandung, yang kedua ialah kalai masjid, dan yang ketiga ialah aliran yang saling bertemu ialah kali cawung . kali ini masyarakat gunakan untuk mandi dan cuci pakaian tapi pada jaman dahulu kali ini digunakan untuk wudhu. Pada kawasan itu terdapat adanya petilasan, sumur kuno, masjid kramat,makam, dan selebihnya hutan yang dihuni oleh kera kera .
Menurut sejarah konon ketika Cirebon dikuasai oleh Belanda lokasi ini pernah dijadikan tempat pertemuan para panglima perang kesultanan kanoman kesepuhan dan mataram. Bangunan Masjid Kramat dahulu terbuat dari kayu dan aber atap daun kelapa. Sekarang sudah diganti dengan dinding bata plester dan beratap genting . dan dipinggir kali terdapat sumur kuno yang kononnya sumur kuno itu sudah berusia ratusah tahun nama sumur ini sumur wasiat.
Kera kera akan turun dari pohonnya jika ada pengunjung yang akan dating untuk berziarah terutama bagi pengunjung yang membawa makanan.
Hingga saat ini belum ada yang berani mencuri atau membawa pulang kera kera ini , karena masyarakat percaya akan ada kulat atau mendapat sial.
Review: Kisah Kematian Sunan Kalijaga Di Cirebon
Raden Sa’id atau bisa disebut juga sunan kalijaga, merupakan anggota walisongo yang wafat paling akhir .dalam sejarah cirebon sunan kalijaga ini wali yang menghabiskan seluruh hiupnya di Cirebon. Dari menyebarkan ajaran agama islam di Cirebon, menikah dengan orang Cirebon,sampai mendapat julukan sunan kalijaga pun di Cirebon, sebab menurut sejarah julukan tersebut didapat ketika Raden Sa’id sedang melakukan kegiatan menyebarkan agama di Cirebon, pusat dakwahnya di daerah kalijaga sehingga beliau dijuluki dengan sebutan sunan kalijaga.
Selain sang sunan mempunyai julukan dari Cirebon sampai menikah dengan orang Cirebon, sunan juga wafat di Cirebon. Ceritanya dihari tua sunan kalijaga beliau tinggal di dalam Agung Pakungwati ( Istana Kesultanan Cirebon )
Pada suatu hari, Sunan Kalijaga menderita sakit kepala, maka semenjak itulah beliau didalam kediamanya ditemani oleh dua orang punakawan utusan Sultan Cirebon yang bernama Ki Memek dan Ki Cengal. Selanjutnya dikisahkan bahwa sakitnya Sunan Kalijaga menjadi semakin parah, beliaupun kemudian wafat. Kedua punakwan yang bertanggung jawab membantu Sunan Kalijaga dimasa-masa sepuhnya itu kemudian melaporkan kewafatan tuanya kepada Sultan Cirebon.
Kala itu Cirebon diperintah oleh Panembahan Ratu, cicit Sunan Gunung Jati, Raja kedua Kesultanan Cirebon. Sang Raja kemudian menyempurnakan jenazahnya, akan tetapi jenazah Sunan Kalijaga tidak dimakamkan di Cirebon. Dalam sejarah Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu Jawa Tengah.
Informasi mengenai penguburan Jenazah Sunan Kalijaga dalam naskah Mertasinga ditulis dengan bahasa kiasan, dalam naskah itu disebutkan bahwa jenazah Sunan Kalijaga raib tak berbekas, yang tertinggal hanyalah kainnya saja, dari itu Panembahan Ratu kemudian menguburkan kain penutup jenazah itu di sebelah timur mihrab Masjid Agung Cirebon.
Review: Jejak Dakwah Sunan Kalijaga Di Cirebon
Untuk meneladani dan mengenang para walisongo, tidak ada salahnya kita berkunjung ke salah satu peninggalan mereka dan mungkin situs yang pernah menjadi bagian dari perjuangan mereka. Sejarah telah mencatat banyak tempat yang menjadi saksi perjuangan para walisongo ini dalam menyebarkan dakwah islam di nusantara . salah satu tempat wisata budaya didaerah cirebon yaitu Petilasan Sunan Kalijaga Cirebon.
Di sekitar kawasan wisata Petilasan terdapat pula sebuah hutan yang berisi habitat sekelompok kera ekor panjang. Hutan tersebut diberi nama Hutan Kalijaga.Tempat yang mungkin banyak dikunjungi banyak wisatawan ini terletak di Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon terdapat Situs Taman Kera Petilasan Sunan Kalijaga Cirebon. Berdasarkan papan informasi yang terlihat begitu masuk situs cagar budaya tersebut diperkirakan telah ada pada abad ke-17. Situs ini merupakan Petilasan Sunan Kalijaga Cirebon ketika sang sunan sedang melaksanakan penyebaran agama di Cirebon.
Namanya Situs Taman Kera Petilasan Sunan Kalijaga, Bak raja yang tengah disambut oleh prajurit saat berkunjung ke situs tersebut. Sejumlah kera dengan jenis ekor panjang menyambut dengan tingkah uniknya, ada yang bergelantungan ada yang mencari kutu dan ada juga yang mandi di sungai dan lainnya.sebelum kalian menuju ke tempat berziarah kalian akan terlebih dahulu melewati taman kera.
Jalan menuju situs petilasan sunan kalijaga Cirebon ini mudah untuk dilalui selain bisa dilewati dengan kendaraan pribadi bisa juga dilalui dengan kendaraan umum. Dari jalan utama cukup ditutup dengan paving blok , berjarak kurang lebih 100m dari parkiran sedangkan sebelah kirinya terdapat sungai yag memisahkan antara hutan kalijaga dan jalan, yang berisi habitat sekelopok kera ekor panjang .
Hutan kalijaga ini merupakan satusatunya wilayah hutan yang masih tersisa di Kota Cirebon, didalam hutan kalijag, ada sekitar kurang lebih 50 ekor monyet ekor panjang, yang populasinya yang mulai menurun.
Didalam bangunan kayu beratap genting dengan pintu masuk berupa gapura, sementara disebelah kiri bangunan tempat menganbil wudhu bagi mereka yang berziarah, Untuk diketahui, Petilasan Sunan Kalijaga bukan merupakan komplek pemakaman Sunan Kalijaga. Tempat ini hanya berisi sisa-sisa peninggalan Sunan Kalijaga selama masa syiarnya di Jawa Barat. Makam Sunan Kalijaga sendiri terletak di Desa Kadilangu, Demak, Jawa Tengah.
Sunan Kalijaga yang mempunyai dampak besar dari perannya dalam menyebarkan agama islam dari kesembilan walisongo lainnya di pulau jawa.
Riview : Kisah dan Dakwah Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga atau Sunan Kalijogo
adalah seorang tokoh Wali Songo yang sangat lekat dengan
Muslim di Pulau Jawa , karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam
tradisi Jawa. ikut pula merancang
pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak . Tiang
"tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama
masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Menurut cerita, Sebelum
menjadi Walisongo , Raden Said adalah seorang perampok. Suatu hari, Saat Raden Said berada di hutan, ia melihat
seseorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena
tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya,
hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang miskin. Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden
Said bahwa Allah S.W.T tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang
menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan
harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan
Bonang. Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. Raden Said
lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Raden Said berkata bahwa ingin menjadi
muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga
tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said tidak boleh beranjak
dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan
perintah tersebut. Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena
lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya.
Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia
telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai, maka Raden Said diganti
namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi
pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal
sebagai Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, Sunan kalijaga punya pola yang sama dengan
mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung " sufistik
berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih
kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah. Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa
masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati
secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika
Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak
mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam.
Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai
sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan
Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan , garebeg
maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja"). Lanskap
pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini
pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.
Review : Metode Dakwah Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga
atau yang bernama asli Raden Said, yang di percaya sebagai anak dari bupati
Tuban yang kemudian di kenal juga secara kolektif sebagai Walisongo.
Dalam dakwahnya
Sunan Kalijaga memiliki ciri khas tersendiri. Yaitu, dengan menggunakan budaya
Jawa yang disisipkan dengan nilai ajaran islam agar ajaran agama islam bisa
lebih mudah di terima oleh masyarakat Jawa pada saat itu.
Cara pengajarannya
di pengaruhi oleh ajaran sufi, lalu sunan kalijaga menerapkan seni dan budaya
jawa dalam media dakwahnya dikarenakan juga Sunan kalijaga sangat toleran
terhadap tradisi lokal suku jawa. Sunan kalijaga percaya bahwa orang – orang akan
menjauhi dakwah jika kebudayaan dan kepribadian mereka diremehkan dan di
pertanyakan begitu saja.
Bagi Sunan Kalijaga
metode bertahap yang ia terapkan akan sangat berguna agar islam benar – benar bisa
di pahami sepenuhnya, dengan disesuaikan budaya setempat. Hal ini bisa kita
lihat ketika sunan kalijaga melakukan dawah melalui wayang kulit. Meskipun pada
mulanya tradisi wayang bukan berasal dari islam, namun dengan kekreatifannya
Sunan Kalijaga memodifikasi cerita wayang kulit dengan cerita yang berbau
islam.
Selain dakwah
melalui media wayang, Sunan Kalijaga juga sangatlah kreatif dalam bidang seni
dan budaya lainnya. Beliau merupakan pencipta lagu populer yaitu ‘ilir-ilir’ yang sampai sekarang masih
kita kenal. Selain lagu ilir-ilir, Sunan Kalijaga adalah seseorang yang pertama
kali menciptakan bedug yang di gunakan untuk memanggil umat muslim untuk
melaksanakan shalat. Dia juga orang yang mencetuskan grebeg maulid di Demak
dalam menyambut kelahiran Rasulullah dan masih banyak lagiseni dan budaya yang
ia tekuni.
Begitu banyak
peran Sunan Kalijaga di dalam melakukan penyebaran dakwah islam di jawa. Dengan
dakwahnya yang tidak menggunakan kekerasan, namun beliau menggunakan cara yang
amat lembut untuk mengambil hati masyarakat jawa paa saat itu. Nah, cara dakwah
yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga inilah yang patut di contoh. Beliau berdakwah
tidak hanya sebatas di atas mimbar, namun beliau juga berdakwah melalui
tradisi, kesenian, maupun budaya.
Review: Ajaran Sunan Kalijaga
Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said
menjadi seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan
Hasil Bumi. Dan hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang
miskin.Suatu hari,Saat Raden Said ke hutan,ia melihat seseorang kakek tua yang
bertongkat.Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti
tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya,hasil rampokan itu akan ia bagikan
kepada orang yang miskin.Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu.
Ia menasihati Raden Said bahwa Allah tidak akan menerima amal yang buruk.
Lalu,Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said
ingin mendapatkan harta tanpa berusaha,maka ambillah buah aren emas yang
ditunjukkan oleh Sunan Bonang. Karena itu,Raden Said ingin menjadi murid Sunan
Bonang.Raden Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai.Raden Said berkata bahwa
ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi
sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tep sungai. Raden Said tidak
boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said
lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu
lama.Karena lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah
menutupi dirinya. Tiga tahun kemudian,Sunan Bonang datang dan membangunkan
Raden Said.Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai,maka
Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru
dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan
dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor
sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung
“sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga
memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa
masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati
secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika
Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak
mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam.
Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai
sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan
Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg
maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu (“Petruk
Jadi Raja”). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin
serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar
adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah
adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang
Review : Mengenal Silsilah Sunan Kalijaga
Nama Raden Said adalah putera Tumenggung Wilatikta yang
ketika itu menjabat sebagai Adipati Tuban , Menikah dengan Dewi Saroh binti
Maulana Ishaq, dikarunia putra & putri : Raden Umar Said (Sunan Muria),
Dewi Ruqayyah dan Dewi Sofiyah. silsilah genealogis yang didapati sebagai
berikut :
1. Prabu Banjaransari
2. Raden Arya Metahun
3. Bupati Lumajang Tengah Raden Arya Randu Kuning./ Kyai
Ageng / Kyai Gede Lebe Lontong
4. Bupati Gumenggeng Raden Arya Bangah
5. Bupati Lumajang Raden Arya Dandang Miring
6. Bupati Tuban ke-1 Raden Dandang Wacana / Kyai Gede
Papringan, BERPUTRI
7. Nyai Ageng Lanang Jaya / Nyai Lanang Baya
8. Bupati Tuban ke-2 Haryo Ronggo Lawe / Rangga Teja Laku
/ Syeikh Jali Al-Khalwati / Syekh Khawaji
9. Bupati Tuban ke-3 Haryo Siro Lawe
10. Bupati Tuban ke-4 Haryo Siro Wenang
11. Bupati Tuban ke-5 Haryo Lana / Arya Teja I
12. Bupati Tuban ke-6 Haryo Dikoro / Arya Teja II
berputri
13. Raden Ayu Hariyo Tejo berputra (Istri dari Bupati
Tuban ke-7 Hariyo Tejo / Maulana Mansur,
14. Bupati Tuban ke-8 Raden Hariyo Wilatikta / Raden
Ahmad Sahuri berputra
15. Sunan Kalijaga.
Masa hidup Sunan Kalijaga
diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa
akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon
dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran
Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang
pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan
kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan
Kalijaga.
Salah satu lagu yang
hingga saat ini masih dikenal yg diciptakan
Sunan Kalijaga :
Lir Ilir Lir Ilir, tandure wus sumilir…
Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar…
Cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi…
Lunyu lunyu penekno kanggo mbasuh dodot iro…
Dodot iro – dodot iro kumitir bedhah ing pinggir…
Dondomono, jlumatono kanggo sebo mengko sore…
Mumpung padang rembulane…
Mumpung jembar kalangane…
Yo sorak-o sorak hiyo!..
Walaupun
sudah dingatkan oleh Sunan Ampel (Gurunya) agar tidak menggunakan musik dan
lagu dalam berdakwah, namun Sunan Kalijaga mengatakan : semoga generasi yg
mendatang bisa memperbaiki cara dakwahku ini (supaya orang Syiwo Budhho
tertarik pada islam pada zaman tersebut).
Sunan Kalijaga Wafat di desa Kadilangu, Demak. 1 km sebelah timur Masjid Agung
Demak.
Review: Silsilah Sunan Kalijaga
Pada waktu muda Sunan Kalijaga bernama Raden Said atau Jaka
Said. Kemudian ia disebut juga dengan nama Syekh Malaya, Lokajaya, Raden
Abdurraman dan Pangeran Tuban. Di dalam Babad Tanah Jawi disebut bahwa Raden
Said adalah putra Tumenggung Wilatikta, Adipati Tuban. Sedangkan Arya
Wilatikta, ayah Sunan Kalijaga, menurut Babad Tuban, adalah putra Arya Teja.
Disebutkan pula bahwa Arya Teja bukanlah seorang pribumi jawa. Ia berasal dari
kalangan masyarakat Arab dan merupakan seorang ulama. Ia berhasil mengislamkan
Raja Tuban, Arya Dikara, dan memperoleh seorang putrinya. Dengan jalan ini ia
akhirnya berhasil menjadi kepala negara Tuban, menggunakan kedudukan mertuanya.
Akan tetapi Babad Tuban tidak menjelaskan mengenai asal-usul Arya Wilatikta,
ayahanda Sunan Kalijaga itu.
Dalam Babad Cerbon naskah Nr. 36 koleksi Brandes, dijumpai
keterangan bahwa ayahanda Sunan Kalijaga bernama Arya Sidik, dijuluki “Arya ing
Tuban” Arya Sadik dipastikan merupakan perubahan dari nama Arya Sidik, dan nama
ini merupakan nama asli dari ayahanda Sunan Kalijaga, yang menurut Babad Tuban
bukan seorang pribumi jawa, melainkan berasal dari kalangan masyarakat Arab dan
merupakan seorang ulama.
Tahun kelahiran serta wafat Sunan Kalijaga belum dapat
dipastikan, hanya diperkirakan ia mencapai usia lanjut. Diperkirakan ia lahir ±
1450 M berdasarkan atas suatu sumber yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga kawin
dengan putri Sunan Ampel pada usia ±20 tahun, yakni tahun 1470. Sedangkan Sunan
Ampel lahir pada tahun 1401 dan mempunyai anak wanita yang dikawini oleh Sunan
Kalijaga itu pada waktu ia berusia 50 tahun.
Masa hidupnya mengalami 3 masa pemerintahan, yaitu masa
akhir Majapahit, zaman Kasultanna Demak dan Kasultanan Pajang. Kerajaan
Majapahit runtuh pada tahun 1478 M, kemudian disusul Kasultanan Demak berdiri pada tahun 1481-1546 M, dan
disusul pula Kasultanan Pajang yang diperkirakan berakhir pada t ahun 1568 M.
diperkirakan, pada tahun 1580 M Sunan Kalijaga wafat. Hal ini dapat dihubungkan
dengan gelar kepala Perdikan Kadilangu semula adalah Sunan Hadi, tetapi pada
Mas Jolang di Mataram (1601-1603), gelar itu diganti dengan sebutan Panembahan
Hadi. Dengan demikian, Sunan Kalijaga sudah diganti putranya sebagai Kepala
Perdikan Kadilangu sebelum zaman mas Jolang yaitu sejak berdirinya kesultanan
Mataram pemerintahan Panembahan Senopati atau Sutawijaya (1675-1601). Dan pada
awal pemerintahan Mataram, menurut Babad Tanah Jawi versi Meisma, dinyatakan
Sunan Kalijaga pernah datang ke tempat kediaman Panembahan Senopati di Mataram
memberikan saran bagaimana cara membangun kota.
Dengan demikian, Sunan Kalijaga diperkirakan hidupnya lebih
dari 100 tahun lamanya yakni sejak pertengahan abad ke-15sampai dengan akhir
abad 16.
Review : Dakwah Sunan Kalijaga
Sunan kalijaga
dapat dikatakan sebagai tokoh yang berperngaruh pada masa penyebaran ajaran
agama islam di indonesia. Dalam dakwahnya beliau tidak secara gamblang
memperkenalkan ajaran islam pada masyarakat suku jawa yang masih kental dengan
kebiasaan tradisi dari ajaran hindu dan budha.
Dengan
memperhatikan hal itu beliau memulai dakwah nya selapis demi selapis dalam
mengubah dan membuang nilai - nilai agama dan kepercayaan lama masyarakat suku
jawa, terutama yang sudah menjadi kebiasaan sehari hari dan menggantinya dengan
nilai - nilai baru yang di ajarkan dalam agama islam. Karena metode dakwah yang
seperti itulah, maka nusantara khususnya pulau jawa di islamkan. Sehingga
sekarang indonesia menjadi salah satu negara dengan penganut islam terbesar di
dunia.
Dalam dakwah,
Sunan Kalijaga punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya,
Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf”. Ia juga
memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Beliau berdakwah
tidak hanya di satu tempat saja, melainkan di banyak tempat oleh karena
itu terdapat banyak petilasan sunan
kalijaga di pulau jawa, Salah satu nya di Cirebon.
Sembari berdakwah
Sunan Kalijaga pun senantiasa berguru kepada Sunan Gunung Jati. Dengan dibekali ketekunan dan kesabaran dalam mneyebarkan
ilmu dan syirar islam kepada masyarakat, membuatnya semakin banyak mempunyai
murid juga pengikut.
Dan karena itu
pula sunan kalijaga dinikahkan dengan putri winaon, anak Sunan Gunung Jati. Saat itu Sunan Kalijaga Resmi menjadi menantu
Sunan Gunung Jati.
Review: Mitos Kutukan Kera Di Petilasan Sunan Kalijaga
Kalijaga merupakan daerah mistis yang berada di dekat Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon ini terkenal dengan daerah yang kuat dengan aura magis nya. Dinamakan Kalijaga konon pada jaman dahulu salah satu sultan penyebar agama islam yaitu Sultan Kalijaga. Pernah singgah dan menyebarkan agama islam didaerah ini, daerah ini dikenal dengan “Kalijaga Monyet” Kenapa disebut daerah Kalijaga Monyet? Konon katanya pada jaman dahulu ada sekelompok monyet kutukan Sunan Kalijaga, memang apa yang terjadi yaaa? Konon menurut juri kunci mereka dikutuk sebab mereka tidak mau melaksankan perintah agama.
Sunan Kalijaga Singgah dan menyiarkan syariat ajaran agama Islam di kampung ini. Waktu itu, tepat hari jum’at kanjeng Sunan Kalijaga dan santrinya hendak melakukan sholat jum’at, namun jamaah hanya berjumlah 39 orang. Berdasarkan Al-qur’an dan Hadits, jamaah sholat jum’at itu minimal harus berjumlah 40 orang, jika kurang dari jumlah itu maka tidak bisa melakuan sholat jum’at. Karena Sunan ingin sholat jum’at ini bisa dilaksanakan, maka sunan menyuruh salah satu jamaah yang juga santri sunan untuk mencari 1 jamaah lagi agar sholat bisa dilaksanakan. Ketemulah salah seorang warga yang sedang asik memancing ikan di Kali, namanya Fathul. Santri atau pesuruh dari Sunan ini kemudian mengajak Fathul untuk melaksanakan sholat jum’at, namun ajakan santri ini ditolaknya. Pesuruh ini pun kemudian menghadap Sunan untuk melaporkan bahwa Fathul menolak untuk sholat jum’at. Kanjeng Sunan pun kembali menyuruh santri tersebut untuk kembali membujuk agar Fathul mau di ajak untuk sholat jum’at, dengan mudahnya Fathul menolak dengan alasan rejekinya saat itu lagi bagus, dan lagi pesuruh ini pun kembali melapor ke Sunan. Ajakan yang ketiga ini Sunan langsung yang mengajak Fathul untuk melaksanakan sholat jum’at, namun masih tetep menjawab dengan mudahnya menolak ajakan sunan. kemudian Sunan Kalijaga pun jengkel dan mengeluarkan Kata-kata, “hanya monyet yang ga mau beribadah”. Dan beberapa saat kemudian Fathul ini tumbuh ekor, sifatnya berubah seperti monyet.
Di Kalijaga ini jumlah monyetnya tetep, tidak bertambah ataupun berkurang walaupun ada monyet yang lahir dan meninggal. Secara kasat mata, jumlah monyet di Kalijaga ini berjumlah 40 ekor, namun secara tak kasat mata jumlahnya ini banyak sekali. Kenapa binatang ini yang menjadi kutukan?karena menurutnya, monyet ini sekilas mirip manusia, secara fisik yang membedakan hanyalah bulu dan ekor.
Di petilasan ini pula terdapat makam para santri sunan kalijaga, maka dari itu sampai sekarang banyak masyarakat berziarah ke tempat Petilasan Sunan Kalijaga Cirebon ini mereka datang dari berbagai daerah untuk berziarah/ berwisata religi ke tempat ini.
Dari kisah diatas bisa kita ambil hikmahnya bahwa perintah agama itu harus kita laksanakan dan dan jangan sekali kali kita menyepelekan omongan orang tua kita karena omongan orang tua atau orang yang lebih tua dari kita itu bias disebut dengan do’a kalupun kita melawan mereka sama halnya kita sama monyet itu yang cuma asik dengan dunia dan tak mau menghiraukan untuk akhirat nahh kita tidak mau kan disamakan kaya monyet.
Mungkin itu masih menjadi mitos dikalangan masyarakat sekitar daerah daerah dan mungkin masih jadi kisah misteri juga. Kita sebagai percaya boleh tidak tapi mungkin itu kenyataan yang terjadi . mungkin begitu kisah mitos kutukan kera yang ada di Petilasan Sunan Kalijaga Cirebon ini.
Review : Asal muasal Kera di petilasan Sunan Kalijaga Cirebon
Keberadaan kawanan kera di Situs Petilasan Kramat Sunan Kalijaga
di Cirebon, Jawa Barat menyimpan misteri asal muasal kedatangannya. Konon,
kera-kera di komplek jejak petilasan Sunan Kalijaga itu dulunya manusia yang
dikutuk menjadi seekor kera. Diriwayatkan dari cerita turun menurun,
monyet-monyet yang mendiami hutan situs seluas 1.200 meter persegi itu jelmaan
dari para santri pengikut Sunan Kalijaga.
Kuncen Situs Kramat Sunan Kalijaga, Raden Edi , 63 mengisahkan,
dahulu kala, Sunan Kalijaga banyak menghabiskan waktu berdakwah di daerah
Kalijaga, Cirebon. Sekarang, nama tempat itu berada di Kelurahan Kalijaga,
Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Sembari berdakwah, Sunan Kalijaga pun
berguru kepada Sunan Gunungjati. Ketekunan dan kesabaran menyebarkan ilmu dan
syiar Islam kepada masyarakat, membuatnya semakin banyak murid dan pengikut.
"Karena ketekunannya berdakwah dan berguru kepada Sunan
Gunungjati, maka Sunan Kalijaga dinikahkan dengan Putri Winaon, anak Sunan
Gunungjati. Saat, itu Sunan Kalijaga resmi menjadi menantu Sunan
Gunungjati," tutur Kuncen Edi. Tak semua santri atau pengikut Sunan
Kalijaga penurut. Suatu ketika di hari Jumat, Sunan Kalijaga pernah
mengingatkan para santrinya untuk segera bersiap menunaikan salat Jumat. Mengindahkan
panggilan gurunya, santri-santri terus asik bermain dan mencari ikan di sungai.
Hingga waktu Salat Jumat selesai, santri-santri itu masih bermain.
"Murid-muridnya tak mau mendengar perintah Sunan Kalijaga
untuk melaksanakan Salat Jumat. Di dalam hati Sunan, orang yang tidak salat
Jumat bagaikan seekor kera. Seketika murid-muridnya itu berbulu seperti
monyet," kisahnya. Kebenaran cerita tersebut, jelas-jelas tak dibenarkan
oleh kuncen situs Kramat. Menurutnya, kisah manusia yang dikutuk menjadi kera
di Situs Kramat Kalijaga hanya sebagai siloka atau cerita perumpaaan yang
mengandung hikmah. Edi mengatakan,
sesuai dengan riwayat Alquran dan Hadits, bahwa bila masuk waktu salat Jumat,
untuk segera meninggalkan aktivitas apa pun. Jika diabaikan, maka mengundang
murka Allah SWT.
"Ceritanya memang seperti itu. Konon, setelah maghrib,
ditemukan monyet paling besar yang seolah sedang menyesali perbuatannya. Cerita
itu hanya siloka. Intinya, Kanjeng Sunan berpesan bahwa kamu jangan cari ikan
aja, kalau nggak salat sama juga monyet," tuturnya.
Disebutkan, jumlah monyet di Situs Kramat Sunan Kalijaga berjumlah
99 ekor lebih. Terdiri dari dua kelompok kawanan kera di sebelah utara dan selatan.
Lokasi Situs Kramat Sunan Kalijaga cukup strategis, dari
terminal Harjamukti Cirebon dan bandara. Jaraknya hanya sekira 700 meter dari
terminal.
"Kalau di bulan Mulud, biasanya banyak dari luar kota untuk
berziarah di Situs Kramat Petilasan Sunan Kalijaga. Mereka berdoa dan mau tahu
sejarah Sunan Kalijaga di Cirebon, karena beliau itu menantu Sunan
Gunungjati," tuturnya.
Review: Situs Petilasan Sunan Klaijaga Cirebon
Daerah Pantura Cirebon tak hanya
dikenal dengan tiga keraton saja. Sejumlah situs bersejarah cukup banyak
ditemukan di Pantura Jawa Barat ini. Hutan Kalijaga satu-satunya wilayah
konservasi hutan yang masih tersisa di Kota Cirebon di Jalan Pramuka Rt 08
Rw 03 Kelurahan Kalijaga Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon. Di dalam hutan
tersebut hidup sekitar 50 monyet ekor panjang. Tak jauh dari kawasan hutan,
terdapat sebuah bangunan kayu beratap genting dengan pintu masuk berupa gapura
peninggalan zaman Majapahit.
Taman Kera Kalijaga
ini merupakan salah satu peninggalan Sunan
Kalijaga (Raden Mas Said). Di Taman Kera Kalijaga, pengunjung dapat melihat
monyet ekor panjang secara langsung. Biasanya ketika pengunjung datang para
kera lansung menyambut . ada yang bergelantungan di pohon , ada yang berjalan
menuju pengunjung, ada yang sudah menunggu dihalaman parkir, ada yang menanti makanan dan lainnya.
Juru Kunci Situs Taman
Kera Kalijaga Cirebon Raden Edi mengatakan, diperkirakan kawasan tersebut
berusia 500 tahun. Dia menyebutkan, dalam situs yang didirikan oleh Sunan
Kalijaga tersebut, terdapat masjid, dua buah sumur tua, tempat pesarean serta
tempat Sunan Kalijaga bertapa. "Misinya sama yakni menyebarkan Islam di
Cirebon juga bersama Sunan Gunung Jati," sebut dia. Untuk diketahui, Petilasan Sunan Kalijaga bukan merupakan komplek pemakaman
Sunan Kalijaga. Tempat ini hanya berisi sisa-sisa peninggalan Sunan Kalijaga
selama masa syiarnya di Jawa Barat. Makam Sunan Kalijaga sendiri terletak di
Desa Kadilangu, Demak, Jawa Tengah. Namun dengan demikian, dia tidak
menampik adanya perdebatan mengenai tempat pemakaman Sunan
Kalijaga. Beberapa peziarah meyakini ada kawasan Situs Kalijaga Cirebon merupakan
makam Sunan Kalijaga itu sendiri. Dia mengaku, hanya menjalankan amanah untuk
menjaga situs dan menyambut para tamu yang datang baik untuk ziarah maupun
sekedar memberi informasi. Tidak sedikit warga sekitar maupun dari luar Cirebon
datang ke situs ini. "Yang datang biasanya lihat dan beri makan monyet
liar di sekitar situs kemudian ada yang ke masjid ke pesarean ya kami layani
saja," sebut dia.
Di petilasan Sunan Kalijaga ini penziara tidak dipunggut besarnya biaya
tetapi di petilasan disediakan kotak amal yang bertuliskan seikhasnya, yang
nanti uang itu akan digunakan untuk kepentingan petiasan dan kebersihannya.
Selain bangunan utama bangunan peilasan terdapat juga peninggalan lainnya
seperti masjid , dua buah sumur, kera, WC dan makam makam para pengikut sunan
kalijaga Cirebon.
Review : Komplek petilasan Sunan Kalijaga - Cirebon
Sunan Kalijaga ( Raden Said )
adalah salah satu dari 9 wali atau bisa di sebut wali songo yang menyebarkan
ajaran agama islam di nusantara.
Dalam catatan sejarah, ada banyak
tempat yang menjadi saksi bisu akan peran besar para walisongo dalam
menyebarkan ajaran agama islam/dakwah di nusantara. Salah satu di antara tempat
bersejarah tersebut yang hingga kini masih terjaga kelestariannya adalah tempat
wisata budaya di daerah cirebon yang di namakan Petilasan Sunan Kalijaga.
Selain terdapat jejak - jejak
dakwah Sunan Kalijaga, di komplek ini pun terdapat pula sebuah hutan lindung
yang di huni oleh sekawanan kera ekor panjang. Hutan ini dinamakan hutan
kalijaga. Suasana nya nampak sejuk dan rindang dengan banyaknya pohon - pohon
di hutan tersebut. Hutan kalijaga juga merupakan satu satunya hutan konservasi
yang masih tersisa di kota cirebon.
Tak jauh dari kawasan hutan
kalijaga, terdapat sebuah bangunan sederhana beratapkan genting dengan pintu
masuk berupa gapura peninggalan zaman majapahit. Bangunan ini memiliki beberapa
pintu termasuk ruangan seperti balai sederhana.
Pintu pertama merupakan tempat
bagi para pengunjung yang datang untuk berziarah. Di pintu pertama ini biasanya
para peziarah memanjatkan doa. Pintu pertama ini di sebut juga pintu bacem.
Lalu pintu kedua atau ruang kedua
terdapat beberapa makam kuno. Pengunjung juga dapat memanjatkan doa disini.
Yang terakhir ada pintu ketiga atau
ruangan ketiga yang merupakan bekas tempat tidur atau pesarean Kanjeng Sunan Kalijaga
yang di tutupi dengan kelambu. Lalu pada bagian sebelah barat bangunan terdpat
beberapa makam pengikut dan kerabat Kanjeng Sunan Kalijaga. Bagian ini tertutupi
dengan kuta kosod ( susunan bata merah ). Pintu ketiga ini tidak di buka secara
umum.
Perlu di ketahui, petilasan Sunan
Kalijaga bukan merupakan komplek pemakaman Sunan Kalijaga. Tempat ini hanya
berisi peninggalan Sunan Kalijaga pada maa syiarnya di Jawa Barat. Makam Sunan
Kalijaga sendiri terletak di desa Kadilangu, Demak, Jawa Tengah.
Masih di komplek petilasan Sunan Kalijaga juga terdapat
masjid yang dapat di gunakan untuk beribadah bagi pengunjung yang datang.
Untuk dapat masuk ke kawasan
petilasan sunan kalijaga ini cukup mudah dan tidak dibebankan pada biaya masuk.
Pengunjung dapat menyumbang untuk kebutuhan kebersihan dan perawatan tempat
tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)