Review: Kerajaan Kera Di Petilasan Sunan Kalijaga Cirebon

Review: Kerajaan Kera Di Petilasan Sunan Kalijaga Cirebon

Januari 14, 2019
Mungkin sampai saat ini sebagian besar masyarakat belum mengetahui secara pasti dengan asal-usul sejarah yang ada dilingkungannya salah satunya petilasan sunan kalijaga Cirebon. Diwisata tersebut ternyata memiliki banyak keistimewaan dan sejarah yang hingga saat ini masih dipercayai masyarakat. Situs taman kera ini berlokasi di Kelurahan Harjamukti Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon Jawa Barat Kawasan ini dilalui dua aliran sungai yang masing masing memiliki nama yang berbeda beda , yang pertama adalah kali simandung, yang kedua ialah kalai masjid, dan yang ketiga ialah aliran yang saling bertemu ialah kali cawung . kali ini masyarakat gunakan untuk mandi dan cuci pakaian tapi pada jaman dahulu kali ini digunakan untuk wudhu. Pada kawasan itu terdapat adanya petilasan, sumur kuno, masjid kramat,makam, dan selebihnya hutan yang dihuni oleh kera kera . Menurut sejarah konon ketika Cirebon dikuasai oleh Belanda lokasi ini pernah dijadikan tempat pertemuan para panglima perang kesultanan kanoman kesepuhan dan mataram. Bangunan Masjid Kramat dahulu terbuat dari kayu dan aber atap daun kelapa. Sekarang sudah diganti dengan dinding bata plester dan beratap genting . dan dipinggir kali terdapat sumur kuno yang kononnya sumur kuno itu sudah berusia ratusah tahun nama sumur ini sumur wasiat. Kera kera akan turun dari pohonnya jika ada pengunjung yang akan dating untuk berziarah terutama bagi pengunjung yang membawa makanan. Hingga saat ini belum ada yang berani mencuri atau membawa pulang kera kera ini , karena masyarakat percaya akan ada kulat atau mendapat sial.
Review: Kisah Kematian Sunan Kalijaga Di Cirebon

Review: Kisah Kematian Sunan Kalijaga Di Cirebon

Januari 14, 2019
Raden Sa’id atau bisa disebut juga sunan kalijaga, merupakan anggota walisongo yang wafat paling akhir .dalam sejarah cirebon sunan kalijaga ini wali yang menghabiskan seluruh hiupnya di Cirebon. Dari menyebarkan ajaran agama islam di Cirebon, menikah dengan orang Cirebon,sampai mendapat julukan sunan kalijaga pun di Cirebon, sebab menurut sejarah julukan tersebut didapat ketika Raden Sa’id sedang melakukan kegiatan menyebarkan agama di Cirebon, pusat dakwahnya di daerah kalijaga sehingga beliau dijuluki dengan sebutan sunan kalijaga. Selain sang sunan mempunyai julukan dari Cirebon sampai menikah dengan orang Cirebon, sunan juga wafat di Cirebon. Ceritanya dihari tua sunan kalijaga beliau tinggal di dalam Agung Pakungwati ( Istana Kesultanan Cirebon ) Pada suatu hari, Sunan Kalijaga menderita sakit kepala, maka semenjak itulah beliau didalam kediamanya ditemani oleh dua orang punakawan utusan Sultan Cirebon yang bernama Ki Memek dan Ki Cengal. Selanjutnya dikisahkan bahwa sakitnya Sunan Kalijaga menjadi semakin parah, beliaupun kemudian wafat. Kedua punakwan yang bertanggung jawab membantu Sunan Kalijaga dimasa-masa sepuhnya itu kemudian melaporkan kewafatan tuanya kepada Sultan Cirebon. Kala itu Cirebon diperintah oleh Panembahan Ratu, cicit Sunan Gunung Jati, Raja kedua Kesultanan Cirebon. Sang Raja kemudian menyempurnakan jenazahnya, akan tetapi jenazah Sunan Kalijaga tidak dimakamkan di Cirebon. Dalam sejarah Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu Jawa Tengah. Informasi mengenai penguburan Jenazah Sunan Kalijaga dalam naskah Mertasinga ditulis dengan bahasa kiasan, dalam naskah itu disebutkan bahwa jenazah Sunan Kalijaga raib tak berbekas, yang tertinggal hanyalah kainnya saja, dari itu Panembahan Ratu kemudian menguburkan kain penutup jenazah itu di sebelah timur mihrab Masjid Agung Cirebon.
Review: Jejak Dakwah Sunan Kalijaga Di Cirebon

Review: Jejak Dakwah Sunan Kalijaga Di Cirebon

Januari 14, 2019
Untuk meneladani dan mengenang para walisongo, tidak ada salahnya kita berkunjung ke salah satu peninggalan mereka dan mungkin situs yang pernah menjadi bagian dari perjuangan mereka. Sejarah telah mencatat banyak tempat yang menjadi saksi perjuangan para walisongo ini dalam menyebarkan dakwah islam di nusantara . salah satu tempat wisata budaya didaerah cirebon yaitu Petilasan Sunan Kalijaga Cirebon. Di sekitar kawasan wisata Petilasan terdapat pula sebuah hutan yang berisi habitat sekelompok kera ekor panjang. Hutan tersebut diberi nama Hutan Kalijaga.Tempat yang mungkin banyak dikunjungi banyak wisatawan ini terletak di Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon terdapat Situs Taman Kera Petilasan Sunan Kalijaga Cirebon. Berdasarkan papan informasi yang terlihat begitu masuk situs cagar budaya tersebut diperkirakan telah ada pada abad ke-17. Situs ini merupakan Petilasan Sunan Kalijaga Cirebon ketika sang sunan sedang melaksanakan penyebaran agama di Cirebon. Namanya Situs Taman Kera Petilasan Sunan Kalijaga, Bak raja yang tengah disambut oleh prajurit saat berkunjung ke situs tersebut. Sejumlah kera dengan jenis ekor panjang menyambut dengan tingkah uniknya, ada yang bergelantungan ada yang mencari kutu dan ada juga yang mandi di sungai dan lainnya.sebelum kalian menuju ke tempat berziarah kalian akan terlebih dahulu melewati taman kera. Jalan menuju situs petilasan sunan kalijaga Cirebon ini mudah untuk dilalui selain bisa dilewati dengan kendaraan pribadi bisa juga dilalui dengan kendaraan umum. Dari jalan utama cukup ditutup dengan paving blok , berjarak kurang lebih 100m dari parkiran sedangkan sebelah kirinya terdapat sungai yag memisahkan antara hutan kalijaga dan jalan, yang berisi habitat sekelopok kera ekor panjang . Hutan kalijaga ini merupakan satusatunya wilayah hutan yang masih tersisa di Kota Cirebon, didalam hutan kalijag, ada sekitar kurang lebih 50 ekor monyet ekor panjang, yang populasinya yang mulai menurun. Didalam bangunan kayu beratap genting dengan pintu masuk berupa gapura, sementara disebelah kiri bangunan tempat menganbil wudhu bagi mereka yang berziarah, Untuk diketahui, Petilasan Sunan Kalijaga bukan merupakan komplek pemakaman Sunan Kalijaga. Tempat ini hanya berisi sisa-sisa peninggalan Sunan Kalijaga selama masa syiarnya di Jawa Barat. Makam Sunan Kalijaga sendiri terletak di Desa Kadilangu, Demak, Jawa Tengah. Sunan Kalijaga yang mempunyai dampak besar dari perannya dalam menyebarkan agama islam dari kesembilan walisongo lainnya di pulau jawa.
Riview : Kisah dan Dakwah Sunan Kalijaga

Riview : Kisah dan Dakwah Sunan Kalijaga

Januari 14, 2019

   Sunan Kalijaga atau Sunan Kalijogo adalah seorang tokoh Wali Songo yang sangat lekat dengan Muslim di Pulau Jawa , karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi Jawa. ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak . Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.    
     
   Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo , Raden Said adalah seorang perampok. Suatu hari, Saat Raden Said berada di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang  miskin. Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden Said bahwa Allah S.W.T tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang. Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. Raden Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Raden Said berkata bahwa ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya. Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai, maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga. 
   
    Dalam dakwah, Sunan kalijaga punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung " sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah. Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan , garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja"). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.

Review : Metode Dakwah Sunan Kalijaga

Januari 14, 2019

Sunan Kalijaga atau yang bernama asli Raden Said, yang di percaya sebagai anak dari bupati Tuban yang kemudian di kenal juga secara kolektif sebagai Walisongo.
Dalam dakwahnya Sunan Kalijaga memiliki ciri khas tersendiri. Yaitu, dengan menggunakan budaya Jawa yang disisipkan dengan nilai ajaran islam agar ajaran agama islam bisa lebih mudah di terima oleh masyarakat Jawa pada saat itu.
Cara pengajarannya di pengaruhi oleh ajaran sufi, lalu sunan kalijaga menerapkan seni dan budaya jawa dalam media dakwahnya dikarenakan juga Sunan kalijaga sangat toleran terhadap tradisi lokal suku jawa. Sunan kalijaga percaya bahwa orang – orang akan menjauhi dakwah jika kebudayaan dan kepribadian mereka diremehkan dan di pertanyakan begitu saja.
Bagi Sunan Kalijaga metode bertahap yang ia terapkan akan sangat berguna agar islam benar – benar bisa di pahami sepenuhnya, dengan disesuaikan budaya setempat. Hal ini bisa kita lihat ketika sunan kalijaga melakukan dawah melalui wayang kulit. Meskipun pada mulanya tradisi wayang bukan berasal dari islam, namun dengan kekreatifannya Sunan Kalijaga memodifikasi cerita wayang kulit dengan cerita yang berbau islam.
Selain dakwah melalui media wayang, Sunan Kalijaga juga sangatlah kreatif dalam bidang seni dan budaya lainnya. Beliau merupakan pencipta lagu populer  yaitu ‘ilir-ilir’ yang sampai sekarang masih kita kenal. Selain lagu ilir-ilir, Sunan Kalijaga adalah seseorang yang pertama kali menciptakan bedug yang di gunakan untuk memanggil umat muslim untuk melaksanakan shalat. Dia juga orang yang mencetuskan grebeg maulid di Demak dalam menyambut kelahiran Rasulullah dan masih banyak lagiseni dan budaya yang ia tekuni.
Begitu banyak peran Sunan Kalijaga di dalam melakukan penyebaran dakwah islam di jawa. Dengan dakwahnya yang tidak menggunakan kekerasan, namun beliau menggunakan cara yang amat lembut untuk mengambil hati masyarakat jawa paa saat itu. Nah, cara dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga inilah yang patut di contoh. Beliau berdakwah tidak hanya sebatas di atas mimbar, namun beliau juga berdakwah melalui tradisi, kesenian, maupun budaya.

Review: Ajaran Sunan Kalijaga

Review: Ajaran Sunan Kalijaga

Januari 14, 2019

Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said menjadi seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi. Dan hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin.Suatu hari,Saat Raden Said ke hutan,ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat.Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya,hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin.Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden Said bahwa Allah tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu,Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha,maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang. Karena itu,Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang.Raden Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai.Raden Said berkata bahwa ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tep sungai. Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu lama.Karena lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya. Tiga tahun kemudian,Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said.Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai,maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga.

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu (“Petruk Jadi Raja”). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.

Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang

Review : Mengenal Silsilah Sunan Kalijaga

Review : Mengenal Silsilah Sunan Kalijaga

Januari 14, 2019

Nama Raden Said adalah putera Tumenggung Wilatikta yang ketika itu menjabat sebagai Adipati Tuban , Menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, dikarunia putra & putri : Raden Umar Said (Sunan Muria), Dewi Ruqayyah dan Dewi Sofiyah. silsilah genealogis yang didapati sebagai berikut :

 
1. Prabu Banjaransari
2. Raden Arya Metahun
3. Bupati Lumajang Tengah Raden Arya Randu Kuning./ Kyai Ageng / Kyai Gede Lebe Lontong
4. Bupati Gumenggeng Raden Arya Bangah
5. Bupati Lumajang Raden Arya Dandang Miring
6. Bupati Tuban ke-1 Raden Dandang Wacana / Kyai Gede Papringan, BERPUTRI
7. Nyai Ageng Lanang Jaya / Nyai Lanang Baya
8. Bupati Tuban ke-2 Haryo Ronggo Lawe / Rangga Teja Laku / Syeikh Jali Al-Khalwati / Syekh Khawaji
9. Bupati Tuban ke-3 Haryo Siro Lawe
10. Bupati Tuban ke-4 Haryo Siro Wenang
11. Bupati Tuban ke-5 Haryo Lana / Arya Teja I
12. Bupati Tuban ke-6 Haryo Dikoro / Arya Teja II berputri
13. Raden Ayu Hariyo Tejo berputra (Istri dari Bupati Tuban ke-7 Hariyo Tejo / Maulana Mansur,
14. Bupati Tuban ke-8 Raden Hariyo Wilatikta / Raden Ahmad Sahuri berputra
15. Sunan Kalijaga.
 
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Salah satu lagu yang hingga saat ini masih dikenal yg  diciptakan Sunan Kalijaga :
Lir Ilir Lir Ilir, tandure wus sumilir…
Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar…
Cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi…
Lunyu lunyu penekno kanggo mbasuh dodot iro…
Dodot iro – dodot iro kumitir bedhah ing pinggir…
Dondomono, jlumatono kanggo sebo mengko sore…
Mumpung padang rembulane…
Mumpung jembar kalangane…
Yo sorak-o sorak hiyo!..
 
Walaupun sudah dingatkan oleh Sunan Ampel (Gurunya) agar tidak menggunakan musik dan lagu dalam berdakwah, namun Sunan Kalijaga mengatakan : semoga generasi yg mendatang bisa memperbaiki cara dakwahku ini (supaya orang Syiwo Budhho tertarik pada islam pada zaman tersebut).
Sunan Kalijaga Wafat di desa Kadilangu, Demak. 1 km sebelah timur Masjid Agung Demak.



Review: Silsilah Sunan Kalijaga

Review: Silsilah Sunan Kalijaga

Januari 14, 2019

Pada waktu muda Sunan Kalijaga bernama Raden Said atau Jaka Said. Kemudian ia disebut juga dengan nama Syekh Malaya, Lokajaya, Raden Abdurraman dan Pangeran Tuban. Di dalam Babad Tanah Jawi disebut bahwa Raden Said adalah putra Tumenggung Wilatikta, Adipati Tuban. Sedangkan Arya Wilatikta, ayah Sunan Kalijaga, menurut Babad Tuban, adalah putra Arya Teja. Disebutkan pula bahwa Arya Teja bukanlah seorang pribumi jawa. Ia berasal dari kalangan masyarakat Arab dan merupakan seorang ulama. Ia berhasil mengislamkan Raja Tuban, Arya Dikara, dan memperoleh seorang putrinya. Dengan jalan ini ia akhirnya berhasil menjadi kepala negara Tuban, menggunakan kedudukan mertuanya. Akan tetapi Babad Tuban tidak menjelaskan mengenai asal-usul Arya Wilatikta, ayahanda Sunan Kalijaga itu.
Dalam Babad Cerbon naskah Nr. 36 koleksi Brandes, dijumpai keterangan bahwa ayahanda Sunan Kalijaga bernama Arya Sidik, dijuluki “Arya ing Tuban” Arya Sadik dipastikan merupakan perubahan dari nama Arya Sidik, dan nama ini merupakan nama asli dari ayahanda Sunan Kalijaga, yang menurut Babad Tuban bukan seorang pribumi jawa, melainkan berasal dari kalangan masyarakat Arab dan merupakan seorang ulama.
Tahun kelahiran serta wafat Sunan Kalijaga belum dapat dipastikan, hanya diperkirakan ia mencapai usia lanjut. Diperkirakan ia lahir ± 1450 M berdasarkan atas suatu sumber yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga kawin dengan putri Sunan Ampel pada usia ±20 tahun, yakni tahun 1470. Sedangkan Sunan Ampel lahir pada tahun 1401 dan mempunyai anak wanita yang dikawini oleh Sunan Kalijaga itu pada waktu ia berusia 50 tahun.
Masa hidupnya mengalami 3 masa pemerintahan, yaitu masa akhir Majapahit, zaman Kasultanna Demak dan Kasultanan Pajang. Kerajaan Majapahit runtuh pada tahun 1478 M, kemudian disusul Kasultanan  Demak berdiri pada tahun 1481-1546 M, dan disusul pula Kasultanan Pajang yang diperkirakan berakhir pada t ahun 1568 M. diperkirakan, pada tahun 1580 M Sunan Kalijaga wafat. Hal ini dapat dihubungkan dengan gelar kepala Perdikan Kadilangu semula adalah Sunan Hadi, tetapi pada Mas Jolang di Mataram (1601-1603), gelar itu diganti dengan sebutan Panembahan Hadi. Dengan demikian, Sunan Kalijaga sudah diganti putranya sebagai Kepala Perdikan Kadilangu sebelum zaman mas Jolang yaitu sejak berdirinya kesultanan Mataram pemerintahan Panembahan Senopati atau Sutawijaya (1675-1601). Dan pada awal pemerintahan Mataram, menurut Babad Tanah Jawi versi Meisma, dinyatakan Sunan Kalijaga pernah datang ke tempat kediaman Panembahan Senopati di Mataram memberikan saran bagaimana cara membangun kota.
Dengan demikian, Sunan Kalijaga diperkirakan hidupnya lebih dari 100 tahun lamanya yakni sejak pertengahan abad ke-15sampai dengan akhir abad 16.

Review : Dakwah Sunan Kalijaga

Januari 14, 2019




Sunan kalijaga dapat dikatakan sebagai tokoh yang berperngaruh pada masa penyebaran ajaran agama islam di indonesia. Dalam dakwahnya beliau tidak secara gamblang memperkenalkan ajaran islam pada masyarakat suku jawa yang masih kental dengan kebiasaan tradisi dari ajaran hindu dan budha.
Dengan memperhatikan hal itu beliau memulai dakwah nya selapis demi selapis dalam mengubah dan membuang nilai - nilai agama dan kepercayaan lama masyarakat suku jawa, terutama yang sudah menjadi kebiasaan sehari hari dan menggantinya dengan nilai - nilai baru yang di ajarkan dalam agama islam. Karena metode dakwah yang seperti itulah, maka nusantara khususnya pulau jawa di islamkan. Sehingga sekarang indonesia menjadi salah satu negara dengan penganut islam terbesar di dunia.
Dalam dakwah, Sunan Kalijaga punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf”. Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Beliau berdakwah tidak hanya di satu tempat saja, melainkan di banyak tempat oleh karena itu  terdapat banyak petilasan sunan kalijaga di pulau jawa, Salah satu nya di Cirebon.
Sembari berdakwah Sunan Kalijaga pun senantiasa berguru kepada Sunan Gunung Jati. Dengan dibekali  ketekunan dan kesabaran dalam mneyebarkan ilmu dan syirar islam kepada masyarakat, membuatnya semakin banyak mempunyai murid juga pengikut.
Dan karena itu pula sunan kalijaga dinikahkan dengan putri winaon, anak Sunan Gunung Jati.  Saat itu Sunan Kalijaga Resmi menjadi menantu Sunan Gunung Jati.

Review: Mitos Kutukan Kera Di Petilasan Sunan Kalijaga

Review: Mitos Kutukan Kera Di Petilasan Sunan Kalijaga

Januari 14, 2019
Kalijaga merupakan daerah mistis yang berada di dekat Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon ini terkenal dengan daerah yang kuat dengan aura magis nya. Dinamakan Kalijaga konon pada jaman dahulu salah satu sultan penyebar agama islam yaitu Sultan Kalijaga. Pernah singgah dan menyebarkan agama islam didaerah ini, daerah ini dikenal dengan “Kalijaga Monyet” Kenapa disebut daerah Kalijaga Monyet? Konon katanya pada jaman dahulu ada sekelompok monyet kutukan Sunan Kalijaga, memang apa yang terjadi yaaa? Konon menurut juri kunci mereka dikutuk sebab mereka tidak mau melaksankan perintah agama. Sunan Kalijaga Singgah dan menyiarkan syariat ajaran agama Islam di kampung ini. Waktu itu, tepat hari jum’at kanjeng Sunan Kalijaga dan santrinya hendak melakukan sholat jum’at, namun jamaah hanya berjumlah 39 orang. Berdasarkan Al-qur’an dan Hadits, jamaah sholat jum’at itu minimal harus berjumlah 40 orang, jika kurang dari jumlah itu maka tidak bisa melakuan sholat jum’at. Karena Sunan ingin sholat jum’at ini bisa dilaksanakan, maka sunan menyuruh salah satu jamaah yang juga santri sunan untuk mencari 1 jamaah lagi agar sholat bisa dilaksanakan. Ketemulah salah seorang warga yang sedang asik memancing ikan di Kali, namanya Fathul. Santri atau pesuruh dari Sunan ini kemudian mengajak Fathul untuk melaksanakan sholat jum’at, namun ajakan santri ini ditolaknya. Pesuruh ini pun kemudian menghadap Sunan untuk melaporkan bahwa Fathul menolak untuk sholat jum’at. Kanjeng Sunan pun kembali menyuruh santri tersebut untuk kembali membujuk agar Fathul mau di ajak untuk sholat jum’at, dengan mudahnya Fathul menolak dengan alasan rejekinya saat itu lagi bagus, dan lagi pesuruh ini pun kembali melapor ke Sunan. Ajakan yang ketiga ini Sunan langsung yang mengajak Fathul untuk melaksanakan sholat jum’at, namun masih tetep menjawab dengan mudahnya menolak ajakan sunan. kemudian Sunan Kalijaga pun jengkel dan mengeluarkan Kata-kata, “hanya monyet yang ga mau beribadah”. Dan beberapa saat kemudian Fathul ini tumbuh ekor, sifatnya berubah seperti monyet. Di Kalijaga ini jumlah monyetnya tetep, tidak bertambah ataupun berkurang walaupun ada monyet yang lahir dan meninggal. Secara kasat mata, jumlah monyet di Kalijaga ini berjumlah 40 ekor, namun secara tak kasat mata jumlahnya ini banyak sekali. Kenapa binatang ini yang menjadi kutukan?karena menurutnya, monyet ini sekilas mirip manusia, secara fisik yang membedakan hanyalah bulu dan ekor. Di petilasan ini pula terdapat makam para santri sunan kalijaga, maka dari itu sampai sekarang banyak masyarakat berziarah ke tempat Petilasan Sunan Kalijaga Cirebon ini mereka datang dari berbagai daerah untuk berziarah/ berwisata religi ke tempat ini. Dari kisah diatas bisa kita ambil hikmahnya bahwa perintah agama itu harus kita laksanakan dan dan jangan sekali kali kita menyepelekan omongan orang tua kita karena omongan orang tua atau orang yang lebih tua dari kita itu bias disebut dengan do’a kalupun kita melawan mereka sama halnya kita sama monyet itu yang cuma asik dengan dunia dan tak mau menghiraukan untuk akhirat nahh kita tidak mau kan disamakan kaya monyet. Mungkin itu masih menjadi mitos dikalangan masyarakat sekitar daerah daerah dan mungkin masih jadi kisah misteri juga. Kita sebagai percaya boleh tidak tapi mungkin itu kenyataan yang terjadi . mungkin begitu kisah mitos kutukan kera yang ada di Petilasan Sunan Kalijaga Cirebon ini.

Review : Asal muasal Kera di petilasan Sunan Kalijaga Cirebon

Januari 14, 2019


   Keberadaan kawanan kera di Situs Petilasan Kramat Sunan Kalijaga di Cirebon, Jawa Barat menyimpan misteri asal muasal kedatangannya. Konon, kera-kera di komplek jejak petilasan Sunan Kalijaga itu dulunya manusia yang dikutuk menjadi seekor kera. Diriwayatkan dari cerita turun menurun, monyet-monyet yang mendiami hutan situs seluas 1.200 meter persegi itu jelmaan dari para santri pengikut Sunan Kalijaga.
   Kuncen Situs Kramat Sunan Kalijaga, Raden Edi , 63 mengisahkan, dahulu kala, Sunan Kalijaga banyak menghabiskan waktu berdakwah di daerah Kalijaga, Cirebon. Sekarang, nama tempat itu berada di Kelurahan Kalijaga, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Sembari berdakwah, Sunan Kalijaga pun berguru kepada Sunan Gunungjati. Ketekunan dan kesabaran menyebarkan ilmu dan syiar Islam kepada masyarakat, membuatnya semakin banyak murid dan pengikut.
   "Karena ketekunannya berdakwah dan berguru kepada Sunan Gunungjati, maka Sunan Kalijaga dinikahkan dengan Putri Winaon, anak Sunan Gunungjati. Saat, itu Sunan Kalijaga resmi menjadi menantu Sunan Gunungjati," tutur Kuncen Edi. Tak semua santri atau pengikut Sunan Kalijaga penurut. Suatu ketika di hari Jumat, Sunan Kalijaga pernah mengingatkan para santrinya untuk segera bersiap menunaikan salat Jumat. Mengindahkan panggilan gurunya, santri-santri terus asik bermain dan mencari ikan di sungai. Hingga waktu Salat Jumat selesai, santri-santri itu masih bermain.
   "Murid-muridnya tak mau mendengar perintah Sunan Kalijaga untuk melaksanakan Salat Jumat. Di dalam hati Sunan, orang yang tidak salat Jumat bagaikan seekor kera. Seketika murid-muridnya itu berbulu seperti monyet," kisahnya. Kebenaran cerita tersebut, jelas-jelas tak dibenarkan oleh kuncen situs Kramat. Menurutnya, kisah manusia yang dikutuk menjadi kera di Situs Kramat Kalijaga hanya sebagai siloka atau cerita perumpaaan yang mengandung hikmah. Edi  mengatakan, sesuai dengan riwayat Alquran dan Hadits, bahwa bila masuk waktu salat Jumat, untuk segera meninggalkan aktivitas apa pun. Jika diabaikan, maka mengundang murka Allah SWT.
   "Ceritanya memang seperti itu. Konon, setelah maghrib, ditemukan monyet paling besar yang seolah sedang menyesali perbuatannya. Cerita itu hanya siloka. Intinya, Kanjeng Sunan berpesan bahwa kamu jangan cari ikan aja, kalau nggak salat sama juga monyet," tuturnya.
  Disebutkan, jumlah monyet di Situs Kramat Sunan Kalijaga berjumlah 99 ekor lebih. Terdiri dari dua kelompok kawanan kera di sebelah utara dan selatan.
Lokasi Situs Kramat Sunan Kalijaga cukup strategis, dari terminal Harjamukti Cirebon dan bandara. Jaraknya hanya sekira 700 meter dari terminal.
   "Kalau di bulan Mulud, biasanya banyak dari luar kota untuk berziarah di Situs Kramat Petilasan Sunan Kalijaga. Mereka berdoa dan mau tahu sejarah Sunan Kalijaga di Cirebon, karena beliau itu menantu Sunan Gunungjati," tuturnya.



Review: Situs Petilasan Sunan Klaijaga Cirebon

Januari 14, 2019


    Daerah  Pantura Cirebon tak hanya dikenal dengan tiga keraton saja. Sejumlah situs bersejarah cukup banyak ditemukan di Pantura Jawa Barat ini. Hutan Kalijaga satu-satunya wilayah konservasi hutan yang masih tersisa di Kota Cirebon di Jalan Pramuka Rt 08 Rw 03 Kelurahan Kalijaga Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon. Di dalam hutan tersebut hidup sekitar 50 monyet ekor panjang. Tak jauh dari kawasan hutan, terdapat sebuah bangunan kayu beratap genting dengan pintu masuk berupa gapura peninggalan zaman Majapahit.
    Taman Kera Kalijaga ini merupakan salah satu peninggalan Sunan Kalijaga (Raden Mas Said). Di Taman Kera Kalijaga, pengunjung dapat melihat monyet ekor panjang secara langsung. Biasanya ketika pengunjung datang para kera lansung menyambut . ada yang bergelantungan di pohon , ada yang berjalan menuju pengunjung, ada yang sudah menunggu dihalaman parkir,  ada yang menanti makanan dan lainnya.
    Juru Kunci Situs Taman Kera Kalijaga Cirebon Raden Edi mengatakan, diperkirakan kawasan tersebut berusia 500 tahun. Dia menyebutkan, dalam situs yang didirikan oleh Sunan Kalijaga tersebut, terdapat masjid, dua buah sumur tua, tempat pesarean serta tempat Sunan Kalijaga bertapa. "Misinya sama yakni menyebarkan Islam di Cirebon juga bersama Sunan Gunung Jati," sebut dia.    Untuk diketahui, Petilasan Sunan Kalijaga bukan merupakan komplek pemakaman Sunan Kalijaga. Tempat ini hanya berisi sisa-sisa peninggalan Sunan Kalijaga selama masa syiarnya di Jawa Barat. Makam Sunan Kalijaga sendiri terletak di Desa Kadilangu, Demak, Jawa Tengah. Namun dengan demikian, dia tidak menampik adanya perdebatan mengenai tempat pemakaman Sunan Kalijaga. Beberapa peziarah meyakini ada kawasan Situs Kalijaga Cirebon merupakan makam Sunan Kalijaga itu sendiri. Dia mengaku, hanya menjalankan amanah untuk menjaga situs dan menyambut para tamu yang datang baik untuk ziarah maupun sekedar memberi informasi. Tidak sedikit warga sekitar maupun dari luar Cirebon datang ke situs ini. "Yang datang biasanya lihat dan beri makan monyet liar di sekitar situs kemudian ada yang ke masjid ke pesarean ya kami layani saja," sebut dia.
    Di petilasan Sunan Kalijaga ini penziara tidak dipunggut besarnya biaya tetapi di petilasan disediakan kotak amal yang bertuliskan seikhasnya, yang nanti uang itu akan digunakan untuk kepentingan petiasan dan kebersihannya.
Selain bangunan utama bangunan peilasan terdapat juga peninggalan lainnya seperti masjid , dua buah sumur, kera, WC dan makam makam para pengikut sunan kalijaga Cirebon.


Review : Komplek petilasan Sunan Kalijaga - Cirebon

Review : Komplek petilasan Sunan Kalijaga - Cirebon

Januari 13, 2019


Sunan Kalijaga ( Raden Said ) adalah salah satu dari 9 wali atau bisa di sebut wali songo yang menyebarkan ajaran agama islam di nusantara.
Dalam catatan sejarah, ada banyak tempat yang menjadi saksi bisu akan peran besar para walisongo dalam menyebarkan ajaran agama islam/dakwah di nusantara. Salah satu di antara tempat bersejarah tersebut yang hingga kini masih terjaga kelestariannya adalah tempat wisata budaya di daerah cirebon yang di namakan Petilasan Sunan Kalijaga.
Selain terdapat jejak - jejak dakwah Sunan Kalijaga, di komplek ini pun terdapat pula sebuah hutan lindung yang di huni oleh sekawanan kera ekor panjang. Hutan ini dinamakan hutan kalijaga. Suasana nya nampak sejuk dan rindang dengan banyaknya pohon - pohon di hutan tersebut. Hutan kalijaga juga merupakan satu satunya hutan konservasi yang masih tersisa di kota cirebon.
Tak jauh dari kawasan hutan kalijaga, terdapat sebuah bangunan sederhana beratapkan genting dengan pintu masuk berupa gapura peninggalan zaman majapahit. Bangunan ini memiliki beberapa pintu termasuk ruangan seperti balai sederhana.
Pintu pertama merupakan tempat bagi para pengunjung yang datang untuk berziarah. Di pintu pertama ini biasanya para peziarah memanjatkan doa. Pintu pertama ini di sebut juga pintu bacem.
Lalu pintu kedua atau ruang kedua terdapat beberapa makam kuno. Pengunjung juga dapat memanjatkan doa disini.
Yang terakhir ada pintu ketiga atau ruangan ketiga yang merupakan bekas tempat tidur atau pesarean Kanjeng Sunan Kalijaga yang di tutupi dengan kelambu. Lalu pada bagian sebelah barat bangunan terdpat beberapa makam pengikut dan kerabat Kanjeng Sunan Kalijaga. Bagian ini tertutupi dengan kuta kosod ( susunan bata merah ). Pintu ketiga ini tidak di buka secara umum.
Perlu di ketahui, petilasan Sunan Kalijaga bukan merupakan komplek pemakaman Sunan Kalijaga. Tempat ini hanya berisi peninggalan Sunan Kalijaga pada maa syiarnya di Jawa Barat. Makam Sunan Kalijaga sendiri terletak di desa Kadilangu, Demak, Jawa Tengah.
Masih di komplek petilasan Sunan Kalijaga juga terdapat masjid yang dapat di gunakan untuk beribadah bagi pengunjung yang datang.
Untuk dapat masuk ke kawasan petilasan sunan kalijaga ini cukup mudah dan tidak dibebankan pada biaya masuk. Pengunjung dapat menyumbang untuk kebutuhan kebersihan dan perawatan tempat tersebut.